Warga Desa Temajuk kecamatan Paloh Kaputen Sambas yang hidup berbatasan langsung dengan Negara jiran Malaysia kesulitan lagi. Kali ini menara telekomunikasi di sana tidak berfungsi. Tak ayal warga yang ingin berkomunikasi via ponsel tak bisa. Kondisi sudah berlangsung kurang lebih 4 bulan.
Di jaman sekarang ternyata masih ada wilayah yang tak tersentuh sinyal telekomunikasi. Kalaupun ada, kadang sinyal ponsel timbul tenggelam. Namun lebih sial lagi, jika awalnya sudah menikmati ponsel tiba-tiba hilang.
Itulah yang dialami warga Desa Temajuk Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Jepri, misalkan, sudah membeli ponsel sejak masuknya tower telekomunikasi milik perusahaan telekomunikasi ternama.
Sejak 2012 lalu, ia sering berkomunikasi via ponsel bersama keluarga, kerabat dan kawan-kawannya yang berada di luar Desa Temajuk. Tapi kini, ia harus menempuh kiloan meter jalan untuk menuju Tanjung Bendera, agar ponsel ada sinyal.
“Saat ini tidak bisa lagi, sudah beberapa bulan tower telekomunikasi tak berfungsi, jadi kalau mau nelpon harus ke tanjung bendera atau pergi keluar kawasan Temajuk,” ungkapnya. Selaku warga perbatasan, kondisi ini harus segera ditanggulangi, jangan sampai warga terisolir gara-gara tak ada sinyal telekomunikasi.
“Bagaimana mau berbicara atau berkomunikasi jarak jauh, sinyal saja tidak ada, padahal rata-rata orang Temajuk sudah memiliki ponsel,” katanya.
Kisah Jepri ini, diiyakan oleh Kepala Desa Temajuk Mulyadi. Apa yang diungkapkan warga itu memang fakta. Kurang lebih sekitar 4 bulan menara Telkomsel, kata Kades, tak berfungsi.
Tower yang berdiri berdiri di Dusun Camar Wulan, dari tahun 2012, tidak ada memancarkan sinyal, padahal warga Desa Temajuk girang saat tower masuk dan semua warga membeli ponsel.
“Kalau hitung-hitung tiap rumah di Temajuk minimal punya dua HP, sekarang sinyal tidak ada ponsel dibeli hanya untuk main game, mendengarkan musik dan untuk hiburan saja,” katanya.
Dengan tidak adanya sinyal ponsel ini, kata Kades, artinya Desa Temajuk Kecamatan Paloh yang berjumlah 487 Kepala Keluarga atau 1.887 jiwa seperti hidup kembali “terasingkan” dari dunia luar. Awalnya bisa berhubungan dengan warga, keluarga, kerabat di Sambas misalkan, Pontianak contohnya sekarang tak bisa lagi via ponsel.
Memang diakuinya tidak berfungsinya tower telekomunikasi ini dikarenakan serangan halilintar, namun kerusakan akibat alam tersebut sudah diperbaiki. “Memang pernah tower itu dihantam halilintar, tapi sudah diperbaiki. Sekarang tower itu tak ada sinyal kami tak mengerti mengapa,” keluhnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut pihaknya sudah menyurati pihak terkait baik lewat perusahan operator, pemkab Sambas, bahkan terakhir minta bantu dengan anggota DPD RI sudah dilayangkan namun hingga kini belum ada respon.
Tak ayal, kembali warga Temajuk, lanjut Kades, menggunakan sinyal milik Malaysia. Masyarakat pun membeli kartu telekomunikasi Malaysia seharga 10 ringgit, jika dirupiahkan sekitar Rp30 ribu. Kondisi ini tentu saja membuat warga Temajuk resah, karena jika menghubungi sanak saudara pulsanya mahal, akibatnya merogoh kocek dalam bagi warga Temajuk yang kebanyakan petani dan nelayan tersebut.
“Harusnya kami hidup di tanah Indonesia pakai sinyal Indonesia, namun kondisi ini membuat kebalikannya, kami harus menghubungi kerabat dan keluarga pakai kartu Telekomunikasi Malaysia,” katanya. Pihaknya berharap kondisi ini harus ada solusi baik pemerintah kabupaten maupun provinsi Kalbar, kasian ribuan masyarakat Temajuk membeli HP mempermudah komunikasi justru tak berfungsi.
@PontianakPost
0 komentar:
Posting Komentar